Cerita Sore Hari


Sudah lama saya tidak menulis.

Sejujurnya, saya ingin sekali mencoba untuk menulis kembali. Tetapi, sepertinya saya cukup termakan dengan aktivitas ibukota; bangun pagi, mandi, sarapan, berangkat kerja, sampai kantor, pulang kerja, sampai rumah, terlelap. Nampaknya saya sudah menjadi masyarakat ibukota yang seutuhnya. Seutuhnya?

Waktu saya sudah cukup terkuras dengan aktivitas sekarang ini, untuk sekedar membaca buku saja sulit, apalagi menulis? Kalau kata teman saya, "dunia lu cari mulu, ndut. Ngga berkah idup lu lama-lama." begitu katanya.

Bolehkan saya sedikit bercerita? 

Siang ini, dibalik bilik meja kantor, saya sedang tidak terlalu sibuk dengan tugas-tugas kantor yang membosankan. Diiringgi oleh lagu rahasia dari Payung Teduh, tiba-tiba saja pikiran saya kembali ke masa lalu, masa dimana saya masih baru menjadi mahasiswa, kenapa? Karena lagu-lagu Payung Teduh, khususnya dalam album self title dan dunia batas, ikut mengiringi masa-masa transisi saya dari kehidupan SMA menuju kuliah. Ya, tiba-tiba saja kembali teringat. Rindu? Ya, saya rindu sekali.

Sudah satu tahun yang lalu semenjak saya meninggalkan Kota Malang, beserta dengan kehidupan didalamnya, sudah satu tahun pula saya menginjakkan kaki kembali di tanah ibukota dengan aktivitas baru. Tetap saja, aktivitas baru di ibukota masih belum bisa menggantikan kehangatan segala bentuk kehidupan di Kota Malang. Malang, tidak hanya sebatas urusan perkuliahan, lebih dari itu, empat setengah tahun berada di kota ini benar-benar hidup; tawa, tangis, marah, sahabat, keluarga dan cinta. Saya mempunyai teman di SMA yang pada akhirnya satu jurusan di universitas, Bastian dan Kris namanya. Kalian tahu, dahulu semasa saya SMA, walaupun saya, bastian dan kris satu sekolah, bahkan pernah juga satu kelas, kami bertiga hampir tidak pernah mengobrol intens di sekolah, hanya sebatas bertegur sapa saja setiap harinya. Sampai kemudian pada saat pengunguman penerimaan perguruan tinggi negeri nasional, saya dan Bastian saling berkomunikasi bahwa kami diterima di universitas dan jurusan yang sama, Kris lulus menyusul dikemudian hari melalui jalur mandiri.  Saya dan Bastian pun membuat janji untuk berangkat ke Malang bersama-sama untuk mendaftar ulang. Kami bertigapun sempat dalam satu kosan, dan dari sinilah kami bertiga mulai membagi cerita satu sama lain, dari yang hanya sebatas kenal saja pada awalnya, saya, Bastian dan Kris menjadi teman dekat dan teman seperjuangan di Kota Malang, saling berbagi cerita, saling memberikan masukan dan dorongan, dan saling menegur bila kami mempunyai kesalahan. Ngga kangen sama atep kosan kendalsari? Wkwk. Perkenalan pertama dengan Agung yang absurd, yang saya kira berasal dari sekitar daerah Jawa Timur dan tahunya dari Depok; perkenalan pertama saya dengan Lando yang langsung menggambarkan bahwa orang ini humoris; dan teman-teman lainnya; Leon, Sapril, Vania, Abdu, Ibas, Panji, dll. Di Malang, mereka bukan hanya sekedar teman, tapi seperti keluarga. Mengapa? Karena, orang terdekat yang saya punya pada saat di Malang adalah mereka; bercerita, berbagi keluh kesah, bermain dan bercengkrama sampai pagi hari, memberi dan menerima nasehat, bahkan memberikan dorongan untuk hal-hal tertentu. Mungkin hal ini dapat menggambarkan bahwa sekali lagi, Malang bukan hanya persoalan kuliah, tapi lebih dari itu.

Mungkin, tidak akan pernah tergambarkan bagaimana rasanya pulang. Pulang sebagai seorang mahasiswa rantau itu punya euphoria yang agak sulit digambarkan. Simpelnya, orang akan menggambarkannya dengan satu kata aja; senang/bahagia. Ya, ngga salah sih, tapi ada beberapa hal yang menjadikan pulangnya mahasiswa rantau itu bikin saya rindu:

"Eh, lo balik kapan?"
"Eh, bareng dong"
"Balik bareng aja segerbong"
"Lo balik lagi ke Malang kapan? Barengin sih"

Ya, itu kata-kata yang biasa keluar dari para mahasiswa rantau, termasuk saya, ketika waktu pulang  atau harus kembali lagi ke Malang akan tiba. Memang terdengar biasa aja, tapi karena sudah terbiasa itu lah yang malah menjadi rindu. Seringkali saya pula bersama dengan teman-teman saya dengan menggunakan kereta api, kadang memang direncanakan untuk pulang bareng tapi kadang juga tidak direncanakan, ketemu aja dikereta yang sama. Bahkan, pernah dalam satu gerbong kereta ditempati oleh anak-anak fakultas saya yang seluruhnya hampir saya kenal, bayangkan bagaimana seru dan rusuhnya pulang seperti itu, hal-hal yang rasanya jarang dilakukan ketika berada di keretapun terjadi saat itu, pernah kalian menemukan orang mandi ketika berada dikereta? atau berteriak-teriak ketika lampu kereta padam? atau menunjuk langsung orang yang mengintip kalian ketika mandi dikereta tepat dihadapannya, bahkan tidak kenal satu sama lain? Ya, hal itu terjadi.

Mungkin, ini hanya sebuah cerita bagi kalian. Tapi, ini adalah sebuah kerinduan bagi saya. Saya tidak mencoba untuk melankolis, saya hanya ingin berbagi cerita bahwa saya sedang rindu dengan Kota Malang dan segala kehidupan didalamnya yang sampai dengan saat ini tidak dapat digantikan bahkan dengan aktivitas ibukota yang katanya dapat memberikan segalanya. Justru, saya merasa asing dengan kehidupan ibukota. Saya memang lahir dan tumbuh lebih lama di ibukota ketimbang di Kota Malang. Tetapi, dengan empat setengah tahun di Kota Malang saja sudah membuat saya asing dengan ibukota. Entahlah. Saya selalu berpikir bahwa suatu hari nanti, saya akan kembali lagi ke Kota Malang dan menetap disana.

Oh ya, Malang juga memberikan cinta untuk saya. Di kota ini, saya bertemu dengan seorang wanita yang sampai dengan saat ini membagi hatinya untuk saya, wanita yang mau membagi kehidupannya sejak masih berada di Kota Malang sampai dengan saat ini. Uniknya adalah, wanita ini juga berasal dari Jakarta dan ternyata rumah kami berdua saling berdekatan. Kok, ketemunya di Malang? Ya, Tuhan memang maha baik, Ia menciptakan jalan untuk kami berdua dengan cara yang unik, bahkan kami berdua dipertemukan dengan cara yang tidak kalah uniknya. Ya, biarkan ini menjadi cerita kami berdua, doakan saja kepada Tuhan agar kami terus berada pada jalan yang unik ini sampai pada step mengenakan cincin yang sama.




Comments

Popular posts from this blog

BUMDes Desa Sukadamai yang "agaknya mati suri"